Selasa, 24 Juni 2014

Makna Tarian Wala


Raja Ampat menjadi salah satu kabupaten yang semakin terkenal oleh keindahan alamnya.  Pesona alam Kepulauan Raja aAmpat sangat menarik perhatian semua orang untuk menyaksikan secara langsung keindahan alam yang dibentuk alami oleh alam sendiri.  
            Banyak yang belum mengetahui tentang segi lain dari keindahan pulau Raja Ampat, yaitu Raja Ampat banyak memiliki budaya yang beraneka ragam, serta jejak sejarah yang telah ada ratusan tahun lalu.  Kepulauan Raja Ampat memiliki  struktur budaya yang beranekaragam dan unik dan sangat  jarang kita jumpai di daerah papua  lainnya.
            Di masa zaman dahulu kala yaitu sekitar ratusan tahun yang lalu, atau jauh sebelum Raja Ampat dikenal oeh dunia luas seperti sekarang. Raja Ampat telah dihuni oleh para peduduk asli Raja Ampat, yang terdiri dari suku; Amberworem, Maya, Langgaya, Syam, Bakanta, Waibu, Tepin Renkri, Fyawat, Kade, Matbat dan Matlau yang mendiami pulau Waigeo, Salawati, Batanta dan Misool empat  pulau besar di Raja Ampat. untuk suku-suku pendatang yaitu; suku Biak, Usba dari daerah Papua dan suku pendatang dari Maluku yaitu suku, Ternate, Tidore, Halmahera, dan Seram. Mereka membawa kebudayaannya masing-masing dan membentuk suatu poros kebudayaan  baru di Raja Ampat.
            Para emigran yang telah sebutkan diatas membawa dan memberikan pengaruh terhadap masyarakat asli Raja Ampat. yaitu; perubahan mata pencaharian, yang awalnya penduduk asli kurang memanfaatkan laut sebagai mata tempat  mencari nafkah, mereka lebih banyak mencari nafkah dihutan istilah lain meramu. Sedangkan kedatangan para emigran    memberikan dampak perubahan kepada penduduk setempat, yaitu masyarakat mulai beralih menjadi nelayan dan mengarungi samudera.
            Selain memberikan dampak pada perubahan mata pencaharian  para emigran juga memberikan dampak yang sangat luar biasa pada kepercayaan dan sosial budaya. Sehingga , diakui ataupun tidak, tidaklah mengherankan bila para emigran yang telah datang ratusan tahun yang lalu,  dengan bangga akan mengatakan bahwa dirinya adalah orang Raja Ampat.
            Didalam sosial budaya pengaruh yang paling besar bisa terasa pada tari- tarian yang telah terjaga dari zaman dahulu kala. Salah satunya adalah tarian Wala, yang merupakan tarian asli milik suku Matbat yang berasal dari kepulauan Batanta. Tarian  Wala merupakan ungkapan tentang pentingnya menjaga warisan leluhur nenek moyang. Menurut cerita suku Matbat, para anak Wala sebelum memulai nyanyian dan tarian Wala-nya, terlebih dahulu menggosokkan minyak ke seluruh badan mereka. Selanjutnya mereka mempersiapkan diri untuk mendaki tempat- tempat tinggi seperti kaki gunung dengan maksud untuk menghadap keleluhur mereka.
            Setelah bertemu dengan leluhurnya, mereka kemudian melanjutkan perjalanan kebeberapa tempat lain seperti batu-batu besar, pulau dan gunung-gunung. Suatu ketika mereka tiba  di Tanjung Kasim lalu berlanjut  kekepulauan Kofiau, setibanya diKofiau salah satu anak Wala bertanya kepada anak Wala yang lain,” Apa yang kamu lihat/temukan?” lalu mereka menjawab,” Kami melihat segumpal awan besar dan tinggi di depan kami.” Ternyata yang mereka maksudkan gunung Nokh.
            Gunung  itu diketahui penuh dengan kekayaan alam seperti batu Bara, Emas, dan peninggalan nenek moyan berupa piring Batu. Nyanyian dalam tarian Wala ini juga mengisahkan tentang betapa kaya raya Raja Ampat jauh sebelum banyak peneliti mendatangi wilayah ini saat-saat sekarang.
            Salah satu jenis tarian Wala  mengisahkan ada seekor burung yang bercerita tentang seseorang ibu yang sedang memancing ikan dan mendapatkan banyak sekali ikan hingga memenuhi  Noken-nya (noken- sejenis tas rajutan yang umumnya digunakan masyarakat asli Papua). Keesokan harinya ibu tersebut kembali memancing tapi ia sudah tidak mendapatkan seekor ikan pun dan akhirnya ia pulang ke rumah. Setibanya dirumah, ia berbaring di depan rumahnya sambil melindungi wajahnya dari sengatan matahari dengan meletakkan tangan dikeningnya dan menyanyikan lagu Wala sebagai ungkapan kesedihannya kepada para leluhur karena tidak mendapatkan hasil ikan.
            Begitu pula kita di zaman sekarang, setia  tarian perlu kita lestarikan untuk menjadi identitas bangsa. Tentunya setiap tarian memilki makna yang mengandung tanpangan dan larangan,   Jika bukan kita yang melestarikan budaya bangsa siapa lagi. Walaupun generasi Papua yang sudah banyak mengikuti perkembangan zaman, namun bukan berarti mereka telah melupakan tarian daerah mereka masih tetap ku melestarikan dengan secara bertahap mengkobinasikan tarian asli dan modern. # mey saba *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar