Raja
Ampat menjadi salah satu kabupaten yang semakin terkenal oleh keindahan
alamnya. Pesona alam Kepulauan Raja aAmpat
sangat menarik perhatian semua orang untuk menyaksikan secara langsung
keindahan alam yang dibentuk alami oleh alam sendiri.
Banyak yang belum mengetahui tentang
segi lain dari keindahan pulau Raja Ampat, yaitu Raja Ampat banyak memiliki
budaya yang beraneka ragam, serta jejak sejarah yang telah ada ratusan tahun
lalu. Kepulauan Raja Ampat memiliki struktur budaya yang beranekaragam dan unik
dan sangat jarang kita jumpai di daerah
papua lainnya.
Di masa zaman dahulu kala yaitu sekitar
ratusan tahun yang lalu, atau jauh sebelum Raja Ampat dikenal oeh dunia luas
seperti sekarang. Raja Ampat telah dihuni oleh para peduduk asli Raja Ampat,
yang terdiri dari suku; Amberworem, Maya, Langgaya, Syam, Bakanta, Waibu, Tepin
Renkri, Fyawat, Kade, Matbat dan Matlau yang mendiami pulau Waigeo, Salawati,
Batanta dan Misool empat pulau besar di
Raja Ampat. untuk suku-suku pendatang yaitu; suku Biak, Usba dari daerah Papua
dan suku pendatang dari Maluku yaitu suku, Ternate, Tidore, Halmahera, dan Seram.
Mereka membawa kebudayaannya masing-masing dan membentuk suatu poros kebudayaan
baru di Raja Ampat.
Para emigran yang telah sebutkan
diatas membawa dan memberikan pengaruh terhadap masyarakat asli Raja Ampat.
yaitu; perubahan mata pencaharian, yang awalnya penduduk asli kurang
memanfaatkan laut sebagai mata tempat
mencari nafkah, mereka lebih banyak mencari nafkah dihutan istilah lain
meramu. Sedangkan kedatangan para emigran
memberikan dampak perubahan kepada penduduk setempat, yaitu masyarakat mulai
beralih menjadi nelayan dan mengarungi samudera.
Selain memberikan dampak pada
perubahan mata pencaharian para emigran
juga memberikan dampak yang sangat luar biasa pada kepercayaan dan sosial
budaya. Sehingga , diakui ataupun tidak, tidaklah mengherankan bila para
emigran yang telah datang ratusan tahun yang lalu, dengan bangga akan mengatakan bahwa dirinya
adalah orang Raja Ampat.
Didalam sosial budaya pengaruh yang
paling besar bisa terasa pada tari- tarian yang telah terjaga dari zaman dahulu
kala. Salah satunya adalah tarian Wala, yang merupakan tarian asli milik suku
Matbat yang berasal dari kepulauan Batanta. Tarian Wala merupakan ungkapan tentang pentingnya
menjaga warisan leluhur nenek moyang. Menurut cerita suku Matbat, para anak
Wala sebelum memulai nyanyian dan tarian Wala-nya, terlebih dahulu menggosokkan
minyak ke seluruh badan mereka. Selanjutnya mereka mempersiapkan diri untuk
mendaki tempat- tempat tinggi seperti kaki gunung dengan maksud untuk menghadap
keleluhur mereka.
Setelah bertemu dengan leluhurnya,
mereka kemudian melanjutkan perjalanan kebeberapa tempat lain seperti batu-batu
besar, pulau dan gunung-gunung. Suatu ketika mereka tiba di Tanjung Kasim lalu berlanjut kekepulauan Kofiau, setibanya diKofiau salah
satu anak Wala bertanya kepada anak Wala yang lain,” Apa yang kamu
lihat/temukan?” lalu mereka menjawab,” Kami melihat segumpal awan besar dan
tinggi di depan kami.” Ternyata yang mereka maksudkan gunung Nokh.
Gunung itu diketahui penuh dengan kekayaan alam
seperti batu Bara, Emas, dan peninggalan nenek moyan berupa piring Batu.
Nyanyian dalam tarian Wala ini juga mengisahkan tentang betapa kaya raya Raja
Ampat jauh sebelum banyak peneliti mendatangi wilayah ini saat-saat sekarang.
Salah satu jenis tarian Wala mengisahkan ada seekor burung yang bercerita
tentang seseorang ibu yang sedang memancing ikan dan mendapatkan banyak sekali
ikan hingga memenuhi Noken-nya (noken- sejenis tas rajutan
yang umumnya digunakan masyarakat asli Papua). Keesokan harinya ibu tersebut
kembali memancing tapi ia sudah tidak mendapatkan seekor ikan pun dan akhirnya
ia pulang ke rumah. Setibanya dirumah, ia berbaring di depan rumahnya sambil
melindungi wajahnya dari sengatan matahari dengan meletakkan tangan dikeningnya
dan menyanyikan lagu Wala sebagai ungkapan kesedihannya kepada para leluhur
karena tidak mendapatkan hasil ikan.
Begitu pula kita di zaman sekarang,
setia tarian perlu kita lestarikan untuk
menjadi identitas bangsa. Tentunya setiap tarian memilki makna yang mengandung
tanpangan dan larangan, Jika bukan kita yang melestarikan budaya
bangsa siapa lagi. Walaupun generasi Papua yang sudah banyak mengikuti
perkembangan zaman, namun bukan berarti mereka telah melupakan tarian daerah
mereka masih tetap ku melestarikan dengan secara bertahap mengkobinasikan
tarian asli dan modern. # mey saba *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar