Sabtu, 21 Juni 2014

“Indahnya Perbedaan di Kepulauan Raja Ampat”




 
perayaan mtq di Raja Ampat


Perbedaan itu ada untuk menyatuhkan dua hal yang berbeda. Sebuah kalimat pengantar yang pas untuk pembukaan artikel ini. Dasar dari awal manusia lahir adalah ia akan menerima perbedaan itu, perbedaan yang ia rasakan didalam keluarga, jika mulai menganjak kanak-kanak mulai dilingkungan sekitar dan Taman bermain, masa sekolah dasar dan terus sebagainya.
            Banyak hal yang bisa kita dapatkan dari dasar perbedaan itu, mulai perbedaan karakter atau sikap, status sosial, pendidikan, budaya, ras, maupun agama.  Tentu dasar perbedaan ini akan terus mengikuti kita dimasa kelahiran kita sampai masa kita meninggal nanti.
Dalam pernyataan sehari-hari perbedaan menjadi hal yang sangat sedap untuk diperbincangkan, apa lagi jika dikemaskan dalam paketan kata maupun berita yang menarik, penuh dengan bumbu-bumbu sedap. Tentunya mantap dan menarik perhatian siapa saja Untuk terus membahasnya.
Ada perbedaan yang akhir- akhir ini sangat kita rasakan dan menjadi isu negatif yang mencorengkan nama baik satu kepercayaan. Ya, kita tentu tahu tentang berita- berita tersebut saat ini. Terasa menyatakan bahwa perbedaan itu benar- benar ada dan terpisahkan oleh sikap yang tak bertanggungjawab. Isu-isu memang sendiri saya dengarkan dan saya baca disetiap media cetak elektronik maupun media cetak. Dimana kerukunan beragama sudah mulai pudar dikota yang terkenal akan toleransinya yaitu, Yogyakarta.
sikap propaganda seperti ini sangat meresahkan masyarakat pada umumnya, dan tentunya menimbulkan luka baru pada sultan Hamengkubuwono ke-10. Mengingat bahwa jogja adalah ibu pelajar yang penuh dengan toleransi dari zaman dulu kala yaitu, pada zaman hindu-budha, pada masa kekuasaan kerajaan mataram kuno.
Ya tidak semua daerah seperti itu, pasti masih ada daerah yang terus menjaga perbedaan itu dari zaman dahulu kala sampai sekarang. Seperti contoh konkritnya, adalah Raja Ampat. ya tidak semua kita tahu bahwa sejarah di kabupaten Raja Ampat memiliki toleransi kerukunan beragama yang tinggi. Kabupaten Raja Ampat memiliki sikap toleransi yang tinggi dari zaman dahulu kala, yang ditandai dengan penyebaran agama islam di kabupaten Raja Ampat oleh para keturunan raja dari kesultanan Ternate dan Tidore.
Peninggalan sejarah kuburan dan maupun benda sejarah lain menjadi bukti bahwa di Raja Ampat, kerukunan beragama masih terus terjaga hingga sekarang. Bukti kesalutan saya pada Raja Ampat membuat saya terus terkesan.  Bukan hanya perbedaan pada agama saja, ada juga perbedaan pada setiap berbagai suku yang menetap disana diantanya,  suku biak yang berasal dari biak dan bermigrasi ke Raja Ampat, suku Beser, Kafdarun, Wardo, Usba, Mamoribo, Ternate, Tidore, Halmahera, Seram, sebagai penduduk pendatang, maupun penduduk asli suku Maya dan Syam. Hal itu terjadi dari zaman dahulu kala hingga terjadi perkawinan campur diantara suku pendatang dan suku asli kepulauan Raja Ampat.
Raja Ampat yang kita kenal sebagai kabupaten yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, ternyata juga memiliki kekayaan berbagai suku dari . Dasar- dasar perbedaan itu tumbuh di menjadi satu kekayaan tersendiri bagi Raja Ampat dan menambah daya tarik untuk kemajuan Raja Ampat itu sendiri.

Solidaritas yang ditanamkan sejak kecil kepada anak- anak mereka menjadi benih yang boleh kita rasakan di Raja Ampat saat ini. Jika kita sebagai wisatawan yang baru pertama kali menginjakkan kaki diRaja Ampat, kita akan menemukan sebuah mesjid agung yang berdiri menjulang lebih tinggi diantara bangunan lainnya. Ia menjadi bukti kesolidaritas di Raja Ampat. hidup rukun antara mesjid dan gereja yang berdampingan, saling membantu dalam setiap acara besar yang ada di Raja Ampat. memberikan nilai untuk mempertahankan perbedaan itu. Perbedaan di Raja Ampat bukan hanya pada agama maupun manusianya, namun pada politik pun. Disitu pula bapak bupati yang beragama kristen berbagi dengan wakil bupati yang beragama islam. Sungguh indah bukan jika perbedaan itu terus kita jaga sampaikan kapanpun, seperti nenek moyang kita zaman dahulu kala. #mey saba

“Ulat Sagu Kuliner Istimewa, Enak dimulut”





Pulau papua selain sebagai pulau yang terkenal dengan kekayaan sumber alamnya dan keindahan alamnya, papua juga kaya akan budaya yang berbeda dari kelompok lainnya. Salah satu kekayaan papua yang belum banyak oleh semua orang adalah kekhasan kulinernya yaitu, ulat sagu.
Kuliner yang satu ini,  selain tidak lazim dikonsumsi, bisa dibilang cukup “ekstrim” bagi teman teman yang ingin mencobanya untuk sekedar mengetahui rasa dan kandungan gizi apa yang terdapat didalamnya. Mungkin sebagian dari jika mendengarkan kata ulat sudah pasti jijik, begitu juga saya sangat jijik dengan ulat. Apalagi, kalau ulat itu dijadikan makanan tentu butuh perhatian besar dari kita untuk berpikir dua kali lipat. Tapi itu tak berlaku untuk daerah papua, ulat sagu merupakan salah satu makanan favorit disana.
Tenang tidak semua ulat dimakan, berbeda dengan ulat sagu ini. Perlu kita ketahui bahwa didalam ulat sagu begitu banyak terdapat kandungan gizi yang sangat baik bagi tubuh kita.
Sesuai dengan namanya ulat sagu pasti berasal dari pohon sagu. Namun jangan salah, ulat ini tidak akan kita jumpai pada pohon sagu yang masih berdiri tegak (belum ditebang), melainkan pada (batang) pohon sagu yang sudah ditebang. Biasanya pada pohon sagu yang telah ditebang lalu telah diambil sagunya, batang pohon sagu tersebut akan dibiarkan begitu saja hingga beberapa hari. Nah, nanti setelah beberapa hari batang pohon sagu tadi akan membusuk dengan sendirinya, disitulah akan mulai bermunculan ulat ulat yang dinamakan ulat sagu.
Proses Pengambilan Sagu yang batangnya akan terdapat ulat sagu. Mengambil ulat sagu dari batang pohon sagu biasanya dengan menggunakan alat tradisional seperti kapak untuk membelah belah batang pohon tadi. Hal ini dikarenakan ulat sagu biasanyanya akan berada pada bagian dalam atau dicelah-celah batang pohon yang sudah membusuk. Setelah terlihat, ulat ulat sagu dapat kita ambil dan kumpulkan didalam sebuah tempat agar mudah membersihkannya. Bentuk ulat sagu ini juga bervariasi, ada yang sangat kecil hingga yang paling besar seukuran jempol jari tangan orang dewasa. Yang membuat semakin unik dan lucu dari ulat sagu ini adalah ketika ulat sagu yang masih hidup berjalan diatas tanah, ia seperti sedang menggoyang perutnya naik turun naik turun secara terus menerus.
Dalam penyajiann ulat sagu, di masyarakat papua ada yang memakannya secara langsung(mantap). Jangan kaget ini sudah menjadi hal yang lumrah dari zaman dulu kala nenek moyang saya. Kemudian juga, bisa disajikan dengan terlebih dahulu direbus kemudian disajikan sambal. Ada yang digoreng, atau dicampurkan dengan masakan tumisan sayur. Untuk beberapa orang ulat sagu dijadikan sate. Hum... mantap bukan ?
Untuk rasa ulat sagu dijadikan sate.  Rasa gurih akan terasa saat kita menyantapnya, bentuknya yang legit membuat ulat sagu ini sedikit terasa lunak dibagian dalam. Rasa manis plus sedikit asin juga bisa kita rasakan dari ulat yang berasal dari pohon sagu ini. Pokoknya jika sudah dicampurkan dengan bumbu penyedap lainnya ulat sagu ini akan makin terasa komplit untuk dijadikan menu makan siang atau malam.
 Manfaat dalam  kandungan gizi dari  ulat sagu itu sendiri, ditiap 100gr ulat sagu mentah yang akan dimasak mengandung  protein sekitar 9,34%, juga terdapat beberapa kandungan asam amino esensial, seperti asam aspartat (1,84%), asam glutamat (2,72%), tirosin (1,87%), lisin (1,97%), dan methionin (1,07%). Ulat sagu juga ini bisa kita jadikan alternative lauk makanan yang bebas dari kolestrol, sangat baik untuk tubuh kita.

Selain itu, konon ulat sagu ini dipercaya dapat menjaga stamina kita dalam melakukan rutinitas kita sehari-hari. Jadi bagi yang suka kuliner dan mau berkunjung ke Papua, boleh dicoba makanan yang satu ini. *mey saba*

Selasa, 17 Juni 2014

“Embal Kuliner Yang Merindukan”









Begitu banyaknya kuliner di Indonesia membuat kita semakin susah untuk mengingatnya. Setiap daerah mempunyai kuliner  adalannya masing- masing. Terlebih lagi didaerah asal ibuku, yaitu di Kei, atau yang lebih kita ketahui dengan Tual, Maluku Tenggara. Tual juga banyak memiliki makan khas daerah, salah satu makanan khas daerah yang akan ku ceritakan adalah, “Embal”.
            Ya, Embal adalah makanan khas daerah andalan daerah asal ibuku, kata orang sana jika kamu belum memakan Embal kamu bukan orang sana. Terasa bisa saya benarkan kalimat ini, masa sebagai seorang yang berdarah Evav (sebutan untuk masyarakat Kei), belum pernah merasakan Embal ini.
            Embal terbuat dari singkong yang telah menjadi tepung, tapi tepung yang dimaksudkan disini adalah tepung buatan sendiri.  Zaman aku kecil dahulu aku sering melihat proses pembuatan tepung singkong dari nenekku sendiri. singkong yang diambil dari kebun akan diparut,setelah proses pemarutan singkong yang telah diparut dimasukan kedalam karung. Setelah itu ia akan ditekan oleh batu dan di biarkan semalam, agar air dari singkong tersebut menjadi tepung.
            Setelah proses menjadi tepung, tepung dari singkong ini bisa kita gunakan membuat   Embal. Memang ada cara khusus dalam pembuatan Embal, dan ada alat khsus untuk pembuatannya. Perlu diketahui Embal memiliki banyak varian, seperti yang aku ketahui, ada Embal Kacang yang rasanya manis karena terbuat dari kacang, Embal Bubuk Hug Embal yang dibuat seperti nasi goreng, Embal Love karena bentuknya yang seperti buah hati maka disebut Embal Love, Embal Tumpeng  yang dicampur dengan gula merah Embal yang satu tidaklah awet, dan masih banyak lagi jenis Embal yang belum aku ketahui.
            Ada Embal yang jika kita makan rasanya hambar dan ada Embal yang kita makan rasanya manis. Untuk embal yang rasanya hambar biasa temani oleh ikan dan sayur daun pepaya, atau bisa kita tambah dengan  lauk- pauk kesukaan kita. Terkhususnya untuk Embal Love dan Embal Kacang dua jenis Embal ini bisa bertahan sampai tiga bulan lebih, biasanya dua jenis Embal ini dimakan dipagi hari dan sore hari. Untuk dua jenis Embal ini bisa kita temani dengan teh atau kopi untuk penambah rasa manis. Embal memang kuliner yang selalu merindukan bagi kami masyarkat Kei, mau dimanapun kami merantau Embal selalu menjadi makanan yang selalu dirindukan.
            So, buat kita jika suatu saat kita berwisata ke Tual Maluku Tenggara jangan lupa untuk mencoba kuliner khas yang satu ini.  J MEY SABA

Senin, 16 Juni 2014

“Berkat Pelatihan Jurnalistik dan Fotografi, Aku Mengerti Pinang”

Inilah hari pertama ku untuk mengikuti pelatihan fotografi dan junarlistik yang diadakan oleh public relations kabupaten Raja Ampat, tentu saja membuatku senang bukan kepalang untuk pelatihan yang benar- benar bersangkutan dengan jurusan yang aku tekuni ini. Secara ikut gratis,  dapat sertifikat, makan gratis, sudah begitu dapat duit juga, siapa sih yang tidak mau?.
Pada hari pertama pelatihan kami mendapatkan materi tentang dasar-dasar jurnalistik dan fotografi, aku melihat begitu banyak peserta yang antusias untuk mengikuti pelatihan ini. Cukup langkah bukan, beberapa orang yang aku tanyakan ini keberapa kalinya kakak mengikuti pelatihan semacam ini,  mereka pun menjawab dalam bahasa papua “ adek insos, ini pertama kali kaka ikut pelatihan kaya gini “. Artinya dek ini baru pertama kaki aku ikut pelatihan seperti ini. (Sedangkan insos dalam bahasa suku biak papua artinya adek perempuan) tak masalah mereka memanggilku dengan sebutan insos, memang aku sebenar berasal dari suku biak. Aku tertegun kepada setiap jawaban mereka yang hampir sama, ternyata mereka sangat haus untuk terus belajar tentang fotografi dan junarlistik.  
Pada hari kedua kami di bagi dalam dua bagian yaitu; kelompok junarlistik dan fotografi. Aku memilih kelompok junarlistik dimana aku merasa bahwa soal tulis- menulis aku sangat kurang. Jangan membayangkan karena aku suka menulis jadi artikel selalu bagus, Sedang aku di kelasku termasuk yang memiliki nilai junarlistik yang jelek. Di hari kedua inilah kami masing- masing di beri kesempatan  menentukan tema untuk menulis, setelah diberi pengarahan oleh narasumber kami.
Terbersit dalam ingatanku tentang cemilan khas daerahku yaitu “ pinang”. Aku sangat kagum dengan salah cemilan khas daerah ku ini, kami tentu saja langsung memikirkan tema kami masing-masing, dan aku memilih tema pinang ini. Kami pun tersebar dalam meluncur ke arah pasar, kebetulan tempat aku melakukan pelatihan tak begitu jauh dari pasar,  jadi tentu saja kami mudah untuk datang kepasar. Di sana aku bersama kakak satu tempat dinas ku magang, kami memulai aksi kami. Kami memulai melakukan wawancara, pemotretan.  Aku terkadang merasa lucu dengan tingkah –laku para pedagang disana, ada yang ingin         di foto, ada yang kami dekati malah melarikan diri.  Memang sangat lucu, namun hal kecil seperti ini yang membuat aku semakin bangga tentang keunikan daerah asalku. Jujur selama aku hidup diriku tak sebegitu dekat dengan para pedagang pinang didaerahku sendiri, sangat miris bukan.
Aku kalau bisa dikatakan bukanlah seseorang yang menyukai pinang, namun aku cinta pada pinang, terkadang aku geli dan jijik jika  melihat mereka meludah sembarangan. Dalam proses melakukan wawancara tentang pinang, ada banyak keluhan dari para pedagang pinang tersebut, mereka merasa bahwa pemerintah belum memberikan tempat kusus pada mereka. Padahal kalau dilihat pinang merupakan pinang andalan, kenapa? Karena segala lampisan masyarakat memakan pinang, mulai dari orang kaya sampai miskin, besar sampai kecil, oleh karena itu jangan heran kalau datang kepapua dan kita melihat suasana orang kiri- kanan memakan pinang. Aku semakin kagum lagi bahwa penduduk pendatang di papua juga memakan pinang,  sedap memang rasanya kata mereka sih.  Adapun mereka memperoleh pinang dari sekitar pulau di Raja Ampat maupun langsung dikirim dari Wasior, Kabupten Teluk Wodama kampung halamanku sendiri, karena begitu banyak pedagang pinang membuat mereka harus pintar- pintar untuk mendapatkan pembeli, persaingan yang semakin ketat di antara mereka.
Kiri –kanan sepanjang jalan di pasar aku melihat begitu banyak orang mengunyah dan melakukan transaksi pembelian pinang dengan para pedagang pinang. Yang seperti kita tahu pinang memiliki banyak khasiat, diantaranya yaitu; meningkatkan gairah, mengobati luka bakar, menguatkan gigi dan gusi, sebagai obat cacing, untuk sakit pinggang, kudis, dan masih banyak lagi khasiat pinang lainya. Memakan buah pinang merupakan suatu kebiasaan orang papua dari zaman dulu kala, dan pinang sangat memiliki fungsi dalam adat kami orang papua, selain sebagai fungsinya sebagai obat-obatan seperti yang telah aku sampaikan diatas, pinang juga memiliki arti fungsi bagi kami masyarakat papua sebagai, pengantar pernikahan, acara adat penyambutan tamu maupun yang lain-lainnya.
Bagaimana sih cara memakan pinang? Kalau kita ingin tahu, Pertama kita kunyah dahulu buah pinang. Sambil mengunyah, kita masukkan sedikit demi sedikit batang sirih yang sudah kita cocolkan dengan bubuk kapur. Tapi, susah sekali untuk mengunyah buah pinang, karena buah ini cukup keras, sehingga cukup untuk membuat rahang  capek mengunyah. Selama mengunyah, di dalam mulut akan banyak terdapat air ludah, sehingga harus sering dikeluarkan ludahnya. Setelah cukup lama bekerja keras mengunyah pinang, air ludah  berwarna merah jingga. Ini tandanya, kita berhasil mengunyah pinang
Setelah kami melakukan proses wawancara, aku dan para peserta lainpun balik untuk menyusun hasil pengamatan kami dilapangan, tentang apa saja yang kami teliti. Kalau mungkin tak ada pelatihan seperti ini tentunya aku tidak akan semakin tahu tentang daerah ku sendiri, dan mungkin aku semakin menjauh dari budayaku sendiri. Hanya kata bangga dan tidak bangga bisa aku ucapkan dalam hati ini.  Begitu kayanya negeriku tapi kami sendiri tidak bisa untuk menikmatinya, dan tidak bisa untuk mendapatkan tempat kusus. So, kalau bukan aku dan generasi sepantaranku yang mengerti tentang keindahan daerahku siapa lagi. @-@* MEY SABA*