Selasa, 24 Juni 2014

MTQ di Raja Ampat Melibatkan Lintas Agama





Mtq merupakan sebuah event agama islam  yang cukup besar  dan terus berlanjut dari tahun ke tahun. Event  yang satu ini sangat menarik perhatian masyarakat di Raja Ampat, wajarlah ini pertama kalinya di Raja Ampat diadakan  mtq.
            Event keagamaan satu ini sangat disambut baik oleh  masyarakat Raja Ampat, baik itu masyarakat Raja Ampat yang beragama islam maupun yang bergama kristen/khatolik. Dari jauh-jauh hari sebelum event ini di laksanakan, pemerintah Kabupaten Raja Ampat begitu sigap mempersiapkan banyak hal. Mulai dari pembangunan infrakstruktur, pemasangaan baliho disudut- sudut strategi kota, seperti pelabuhan, bandara, jalan utama, dan tempat-tempat umum lain.
            Banyak terlihat baliho disudut-sudut kota, ini membuktikan bahwa seluruh masyarakat Raja Ampat  dan pemerintah Raja Ampat ikut mendukung event keagamaan ini. Tak ketinggalan orang  nomor satu di Raja Ampat yaitu bapak bupati Wanma sangat mendukung atas dilaksanakan event keagamaan ini.
            Pembukaan event mtq kali ini sangat melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah Raja Ampat, pihak investasi, masyarakat, dan aparat keamanan.  Dalam pelaksanaanya Dinas Pariwisata Raja Ampat membantu untuk penyediaan pengginapan untuk para kafilah sebutan untuk peserta mtq ke-v, serta panitia mtq dari Propinsi Papua Barat.  Bukanlah hal yang mudah untuk melaksanakan event ini bagi para pihak pemerintah karena mereka juga memiliki tugas- tugas yang sangat penting.  Namun, karena, kecintaannya pada Raja Ampat oleh sebab itu mereka turut membantu kesuksesan mtq ke-v tersebut.
            Tugas dari pemerintah yang  di bagikan perdinas pada setiap kontigen yang terdiri dari 10 kabupaten. Selain itu juga bertugas untuk menjemput  para kafilah tersebut sampai mengantarkannya kepenginapan dan, menyediakan keperluan. 
            Pembukaan mtq ke-v ini, dimmeriahkan oleh drumband dari berbagai sekolah tingkat pertama dan atas, tambur sebagai tarian asli raja ampat, paskibraka, paduan suara yang menyanyikan lagu keagamaan yang melibatkan pihak-pihak dinas dari berbagai agama.  Perayaan mtq ke-v  dilapangan besar Mesjid Agung Waisai Raja Ampat, saya secara langsung menyaksikan pembukaan mtq ini.
            Mesjid Agung Waisai sebagai tempat pembukaan mq ke-v merupakan mesjid yang diperkirakan terbesar di Raja Ampat. ini sebagai bukti bahwa di kabupaten Raja Ampat juga ada agama islam yang sudah ada sejak dulu kala. Berdiri dengan sangat megah diatas tanah seluas 1,5 hektar  dipusat ibu kota kabupaten  Raja Ampat, warna kuning sebagai warna yang dominan, dan dua menara yang menjulang tinggi keawan terdapat juga jam yang menempel secara otomatis di dinding menara. Tentunya membawa efek megah pada mesjid agung ini.
            Walaupun mtq telah lebih dari dua bulan namun hal ini terus teringat pada memori saya, bahwa perbedaan itu bukanlah suatu penghalang, tapi justru menjadi satu kekuatan untuk membangun kerukunan beragama antar para manusia. Saling bahu- membahu itu telah menjadi tradisi kabupten Raja Ampat sejak dahulu kala.
Sungguh indah memang kebersamaan itu,  dalam segala hal kita bekerjasama tanpa memandang agama, maupun ras.

Makna Tarian Wala


Raja Ampat menjadi salah satu kabupaten yang semakin terkenal oleh keindahan alamnya.  Pesona alam Kepulauan Raja aAmpat sangat menarik perhatian semua orang untuk menyaksikan secara langsung keindahan alam yang dibentuk alami oleh alam sendiri.  
            Banyak yang belum mengetahui tentang segi lain dari keindahan pulau Raja Ampat, yaitu Raja Ampat banyak memiliki budaya yang beraneka ragam, serta jejak sejarah yang telah ada ratusan tahun lalu.  Kepulauan Raja Ampat memiliki  struktur budaya yang beranekaragam dan unik dan sangat  jarang kita jumpai di daerah papua  lainnya.
            Di masa zaman dahulu kala yaitu sekitar ratusan tahun yang lalu, atau jauh sebelum Raja Ampat dikenal oeh dunia luas seperti sekarang. Raja Ampat telah dihuni oleh para peduduk asli Raja Ampat, yang terdiri dari suku; Amberworem, Maya, Langgaya, Syam, Bakanta, Waibu, Tepin Renkri, Fyawat, Kade, Matbat dan Matlau yang mendiami pulau Waigeo, Salawati, Batanta dan Misool empat  pulau besar di Raja Ampat. untuk suku-suku pendatang yaitu; suku Biak, Usba dari daerah Papua dan suku pendatang dari Maluku yaitu suku, Ternate, Tidore, Halmahera, dan Seram. Mereka membawa kebudayaannya masing-masing dan membentuk suatu poros kebudayaan  baru di Raja Ampat.
            Para emigran yang telah sebutkan diatas membawa dan memberikan pengaruh terhadap masyarakat asli Raja Ampat. yaitu; perubahan mata pencaharian, yang awalnya penduduk asli kurang memanfaatkan laut sebagai mata tempat  mencari nafkah, mereka lebih banyak mencari nafkah dihutan istilah lain meramu. Sedangkan kedatangan para emigran    memberikan dampak perubahan kepada penduduk setempat, yaitu masyarakat mulai beralih menjadi nelayan dan mengarungi samudera.
            Selain memberikan dampak pada perubahan mata pencaharian  para emigran juga memberikan dampak yang sangat luar biasa pada kepercayaan dan sosial budaya. Sehingga , diakui ataupun tidak, tidaklah mengherankan bila para emigran yang telah datang ratusan tahun yang lalu,  dengan bangga akan mengatakan bahwa dirinya adalah orang Raja Ampat.
            Didalam sosial budaya pengaruh yang paling besar bisa terasa pada tari- tarian yang telah terjaga dari zaman dahulu kala. Salah satunya adalah tarian Wala, yang merupakan tarian asli milik suku Matbat yang berasal dari kepulauan Batanta. Tarian  Wala merupakan ungkapan tentang pentingnya menjaga warisan leluhur nenek moyang. Menurut cerita suku Matbat, para anak Wala sebelum memulai nyanyian dan tarian Wala-nya, terlebih dahulu menggosokkan minyak ke seluruh badan mereka. Selanjutnya mereka mempersiapkan diri untuk mendaki tempat- tempat tinggi seperti kaki gunung dengan maksud untuk menghadap keleluhur mereka.
            Setelah bertemu dengan leluhurnya, mereka kemudian melanjutkan perjalanan kebeberapa tempat lain seperti batu-batu besar, pulau dan gunung-gunung. Suatu ketika mereka tiba  di Tanjung Kasim lalu berlanjut  kekepulauan Kofiau, setibanya diKofiau salah satu anak Wala bertanya kepada anak Wala yang lain,” Apa yang kamu lihat/temukan?” lalu mereka menjawab,” Kami melihat segumpal awan besar dan tinggi di depan kami.” Ternyata yang mereka maksudkan gunung Nokh.
            Gunung  itu diketahui penuh dengan kekayaan alam seperti batu Bara, Emas, dan peninggalan nenek moyan berupa piring Batu. Nyanyian dalam tarian Wala ini juga mengisahkan tentang betapa kaya raya Raja Ampat jauh sebelum banyak peneliti mendatangi wilayah ini saat-saat sekarang.
            Salah satu jenis tarian Wala  mengisahkan ada seekor burung yang bercerita tentang seseorang ibu yang sedang memancing ikan dan mendapatkan banyak sekali ikan hingga memenuhi  Noken-nya (noken- sejenis tas rajutan yang umumnya digunakan masyarakat asli Papua). Keesokan harinya ibu tersebut kembali memancing tapi ia sudah tidak mendapatkan seekor ikan pun dan akhirnya ia pulang ke rumah. Setibanya dirumah, ia berbaring di depan rumahnya sambil melindungi wajahnya dari sengatan matahari dengan meletakkan tangan dikeningnya dan menyanyikan lagu Wala sebagai ungkapan kesedihannya kepada para leluhur karena tidak mendapatkan hasil ikan.
            Begitu pula kita di zaman sekarang, setia  tarian perlu kita lestarikan untuk menjadi identitas bangsa. Tentunya setiap tarian memilki makna yang mengandung tanpangan dan larangan,   Jika bukan kita yang melestarikan budaya bangsa siapa lagi. Walaupun generasi Papua yang sudah banyak mengikuti perkembangan zaman, namun bukan berarti mereka telah melupakan tarian daerah mereka masih tetap ku melestarikan dengan secara bertahap mengkobinasikan tarian asli dan modern. # mey saba *