Piring Gantung adalah piring keramik China yang bergambarkan ukiran-ukiran hurus china, lukisan, gambaran hewan (Naga), dan berbagai ormanen lainya. Bagi masyarakat Papua khususnya suku Biak dan Serui piring gantung merupakan sebuah benda yang sangat berharga dan banyak fungsinya.
Dalam
sejarah panjang piring gantung bukanlah berasal dari Papua, benda berharga ini sejak berapa abad silam dibawah
langsung dari china oleh para pedagang-pedagang china. Maluku khususnya
Kepulauan Banda sebagai penghasil rempah-rempah, memiliki andil yang cukup
besar atas penyebaran piring antik di tanah Papua. Ada sebagian pedagang China
yang penasaran dengan keindahan Papua mengambil keputusan untuk melihat lebih
dekat Mutiara dari timur ini. menurut beberapa cerita rakyat Papua , para
saudagar ini sangat takjub ketika telah
menginjakkan kaki pertama kali di tanah Papua, sepanjang mata memandang
hanyalah ketakjuban yang dirasakan. Keinginan menetappun adalah keputusan
mereka, namun ada persyaratan yang harus dilewati yaitu harus menikahi anak
perempuan kepala suku/tuan tanah terlebih dahulu, setelah itu mereka akan
dipersilahkan untuk menetap dengan mengeklaimkan tanah pemberian dari ayah dari
perempuan yang dinikahinya. Selain itu ada juga imbalan/penukaran/pemberian
dari para pedagang kepada penduduk setempat yaitu piring antik, yang boleh
dikenal oleh generasi muda Papua dengan piring gantung, sampai sekarang benda
pusaka ini telah dijaga turun-temurun oleh generasi suku Baik dan Serui.
Banyak
orang Papua ataupun para pendatang yang menetap di Papua mengetahui bahwa
piring gantung memiliki fungsi sebagai mahar, namun tidak banyak yang
mengetahui fungsi lain dari piring antik tersebut. semakin bertambahnya jaman
fungsi awal dari piring gantung sebagai maharpun berkembang menjadi multifungsi.
Fungsinya tersebut selain sebagai pembayaran mas kawin kepada pihak wanita,
piring gantungpun dibeberapa klan memiliki kepentingan untuk keperluan adat,
seperti; penyambutan tamu kehormatan acara basu kaki, dan pemotongan rambut
bayi yang baru saja lahir.
Di zaman sekarang sudah banyak
generasi-generasi dari kedua suku besar
Papua ini, yang melupakan sepak terjang sejarah asal-muasal dari piring
gantung, dan fungsinya selain sebagai mahar. Sayang sekali padahal ketika
memfungsikan kembali piring gantung, tentu akan membawa keuntungan yang besar
bagi diri-sendiri. Sebagai identitas
budaya yang mengakar beberapa abad silam, benda berharga ini juga mempunyai
nilai edukasi, ekonomi dan pariwisata bagi generasi muda Papua Cara yang
terbaik adalah melestarikan dengan kemampuan ada pada kita, misalnya
menceritakan kembali melalui sebuah artikel/buku, memperlihatkan proses penyambutan pada turis, dan memaksimalkan
dalam proses perkawinan. Ketika sebuah
budaya mulai menghilang, maka tak ada lagi indentitas suatu bangsa.
“kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi” . @SaraSaba
sumber :
foto tabloidjubi.com, dan nyongshohilait.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar